Transformator – Teori

Transformator atau trafo merupakan alat elektronika yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan tegangan atau arus. Trafo terdiri dari inti feromagnet yang dililit oleh dua kawat yang letaknya berbeda, seperti pada Gambar 1.

traforevised.png

Gambar 1. Bentuk transformer

Trafo memiliki dua rangkaian yang berbeda, yaitu rangkaian primer dan sekunder. Rangkaian primer bertindak sebagai pemberi tegangan pada trafo, dengan rangkaian sekunder sebagai penerima.

Terdapat dua hukum fisika yang pokok digunakan dalam trafo, yaitu hukum Biot-Savart dan hukum Faraday. Hukum Biot-Savart menjelaskan timbulnya medan magnet di sekitar muatan listrik yang bergerak (arus listrik), sedangkan hukum Faraday menjelaskan adanya arus listrik yang dihasilkan dari fluks medan magnet yang berubah-ubah. Ketika rangkaian primer dialiri arus listrik, akan timbul medan magnet di sekitar inti feromagnet, sehingga akan berinteraksi dengan rangkaian sekunder. Arus listrik yang diberikan kepada rangkaian primer harus arus listrik yang berubah-ubah atau arus AC, karena arus DC hanya akan menghasilkan medan magnet yang konstan, sedangkan berdasarkan hukum Faraday, fluks medan magnet yang konstan tidak dapat menghasilkan arus listrik. Rangkaian primer yang diberi arus DC hanya akan menghasilkan arus pada rangkaian sekunder sesaat ketika rangkaian primer tepat diberikan arus listrik (ketika rangkaian dinyalakan, medan magnet berubah dari nol hingga nilai tertentu).

Sesuai dengan hukum Biot-Savart, ketika rangkaian primer dihubungkan arus AC, medan magnet akan timbul pada inti feromagnet. Besar medan magnet (B) yang dihasilkan adalah

CodeCogsEqn (70) (1)

dimana k adalah konstanta, Np adalah jumlah lilitan primer, dan I adalah arus pada lilitan primer. Timbulnya medan magnet akan menghasilkan arus listrik pada lilitan primer (induktansi diri), sehingga berdasarkan hukum Faraday

CodeCogsEqn (71) (2)

dimana A adalah luas penampang inti feromagnet. Sehingga dengan memasukkan Persamaan (1) ke (2), menjadi

CodeCogsEqn (72) (3)

Di sisi lain, rangkaian sekunder merupakan rangkaian pasif, dimana rangkaian tersebut tidak memberikan tegangan namun menerima tegangan dari rangkaian primer melalui medan magnet, sehingga hubungan antara tegangan sekunder dengan medan magnet yang diterima adalah

CodeCogsEqn (73) (4)

Karena kuat medan magnet yang diterima sama dengan kuat medan magnet yang diberikan oleh rangkaian primer, nilai B pada Persamaan (4) dapat disubstitusikan dengan Persamaan (1), sehingga menjadi

CodeCogsEqn (74) (5)

dengan menerapkan perbandingan Vp/Vs, yaitu

CodeCogsEqn (75)

maka akan diperoleh hubungan antara rangkaian primer dan sekunder, yaitu

CodeCogsEqn (76) (6)

Persamaan (6) dapat diubah ke dalam bentuk lain. Agar memenuhi hukum kekekalan energi, maka hubungan antara energi pada rangkaian primer dan sekunder adalah

CodeCogsEqn (78) (7)

karena W = VIt, maka

CodeCogsEqn (79) (8)

atau dapat ditulis menjadi

CodeCogsEqn (80) (9)

Berdasarkan persamaan-persamaan di atas, ada beberapa besaran yang mempengaruhi tegangan pada masing-masing rangkaian, seperti lilitan, tegangan, arus, dan frekuensi tegangan AC tiap rangkaian. Trafo pada dasarnya merupakan dua buah induktor yang intinya saling terhubung, sehingga ketika trafo terhubung pada tegangan AC, akan timbul reaktansi induktif, menyebabkan tegangan baik primer maupun sekunder pada trafo berubah bersama frekuensinya. Namun karena frekuensi perubahan medan magnet yang dialami kedua rangkaian adalah sama, pengaruh frekuensi ini tidak terlalu diperhitungkan, sehingga besaran yang paling utama diperhitungkan pada trafo hanyalah lilitan, tegangan, dan arus rangkaian.

Berdasarkan jumlah lilitannya, ada dua jenis trafo, yaitu trafo step-up dan step-down. Trafo step-up memiliki jumlah lilitan sekunder yang lebih banyak dari lilitan primernya. Akibatnya, trafo jenis ini memiliki tegangan sekunder yang lebih besar dari tegangan primernya. Namun, sesuai dengan Persamaan (7) dan (8) trafo ini masih memenuhi hukum kekekalan energi, karena arus pada tegangan sekunder memiliki nilai yang lebih kecil. Begitu pula sebaliknya, yaitu trafo step-down yang memiliki jumlah lilitan primer lebih banyak dari lilitan sekundernya.