
Sepanjang seri muatan bergerak ini, kita telah mempelajari berbagai hal tentang bagaimana arus listrik terjadi, yakni ketika elektron-elektron yang berada di dalam suatu sistem yang dipengaruhi oleh medan atau potensial listrik bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Misal, jika kita memiliki suatu kawat tembaga yang setiap ujungnya diberi medan listrik, hantaran listrik atau arus listrik akan timbul.
Poin utama:
- Dalam teori pita energi, ada dua wilayah tingkat energi yang bisa ditempati oleh elektron, yaitu pita valensi dan pita konduksi.
- Pita valensi adalah tingkat energi ketika elektron berada pada kulit terluar dari atom
- Pita konduksi adalah tingkat energi ketika elektron terlepas dari atom dan membentuk elektron bebas
- Pada konduktor, batas bawah pita konduksi lebih rendah dari batas atas pita valensi, sehingga elektron bebas terbentuk secara alami dan dapat menghantarkan listrik dengan mudah.
- Pada isolator, pita konduksi berada sangat jauh dari pita valensi, sehingga elektron bebas akan lebih sulit terbentuk dan sulit pula menghasilkan arus listrik.
Sifat Kelistrikan dari Bahan
Namun, arus listrik ini tidak bisa terjadi di semua bahan. Beberapa bahan seperti kertas tidak bisa menghantarkan listrik walaupun ada medan listrik yang timbul di dalamnya. Jika kita menggunakan hukum Ohm, ini bisa terjadi karena kertas memiliki hambatan yang sangat besar sehingga arus listrik yang terjadi sangat kecil, bahkan bisa diabaikan.
Oleh karena itu, kita bisa mengklasifikasi suatu bahan berdasarkan kemampuannya dalam menghantarkan listrik. Jika suatu bahan dapat menghantarkan listrik dengan baik seperti kawat tembaga, maka bahan tersebut dapat kita klasifikasikan sebagai konduktor. Sebaliknya, jika tidak dapat menghantarkan listrik seperti halnya kertas, bahan tersebut akan tergolong sebagai isolator.
Distribusi Fermi-Dirac pada Elektron
Lantas, mengapa tidak semua bahan bisa menghantarkan listrik? Untuk mengetahuinya, kita perlu mengetahui lebih dekat tentang elektron itu sendiri.
Elektron merupakan partikel fermion, yang secara statistik mengikuti distribusi Fermi-Dirac (FD). Lebih jelasnya, antara elektron satu dengan yang lain tidak dapat dibedakan (indistinguishable), dan masing-masing tidak dapat menempati keadaan yang sama (prinsip larangan Pauli). Oleh karena itu, probabilitas elektron menempati tingkat energi E pada suhu T dapat ditentukan dengan

Di sini, energi Fermi adalah EF, atau tingkat energi terbesar yang dapat ditempati oleh elektron dalam suhu mutlak (T = 0), dan k adalah konstanta Boltzmann. Agar lebih mudah kita pahami, kita bisa menggambarkan hubungan probabilitas distribusi FD dalam suatu kurva di bawah ini.
Dari kurva ini kita bisa lihat bahwa semakin besar nilai T, semakin besar pula kemungkinan elektron untuk menempati tingkat energi di atas EF.
Teori Pita Energy (Band Theory)
Melihat kurva dari distribusi FD, mungkin dalam sekilas kita bisa mengatakan bahwa elektron bisa menempati tingkat energi manapun yang terdistribusi secara kontinu. Namun, kita perlu berhati-hati bahwa hal ini tidak terjadi jika kita mulai berbicara tentang teori pita energi atau band theory. Teori ini lahir pada tahun 1928, seiring dengan lahirnya mekanika kuantum tiga tahun sebelumnya.
Elektron Valensi
Untuk membahas apa itu teori pita energi, kita bisa memulai dengan meninjau model atom Bohr, yakni atom yang tersusun atas inti atom (proton dan neutron) dan elektron yang mengelilinginya. Elektron yang menempati orbit terjauh dari atom kita sebut sebagai elektron valensi.
Karena elektron-elektron ini berada paling jauh dari inti atom, mereka memiliki kecenderungan untuk melepaskan diri dari orbit lebih besar dibanding dengan elektron yang orbitnya lebih dekat ke inti atom. Dengan kata lain, akan ada dua kemungkinan yang terjadi pada elektron valensi, yakni tetap di orbit atau lepas.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara kita melepaskan elektron valensi dari orbit? Tentunya ini sama seperti ketika kita sedang bermain tarik tambang. Pada permainan ini, kita diharuskan untuk menarik seutas tali tambang untuk melepaskannya dari genggaman lawan kita. Di sini, kita pada dasarnya memberikan energi kepada tambang untuk mencapai tujuan tersebut.
Hal seperti ini berlaku juga terhadap elektron. Hanya saja, kita menarik elektron tersebut dari genggaman inti atom yang mengikatnya dengan energi ikat. Jika energi yang kita berikan cukup, maka elektron tersebut dapat keluar. Konsep seperti ini melahirkan apa yang kita kenal sebagai pita energi.
Pita Energi
Kedua keadaan elektron valensi tadi (mengorbit inti atom atau lepas) bisa kita nyatakan dalam pita energi, atau tingkat energi yang ditempati oleh elektron tersebut. Mengacu pada kurva distribusi FD untuk elektron sebelumnya, kita bisa mengetahui bahwa pada suhu mutlak, semua elektron berada pada tingkat energi terendah. Pada tingkat energi ini, elektron valensi akan memiliki kecenderungan untuk terikat oleh atom karena energinya yang tidak cukup untuk melepaskan diri. Oleh karena itu, tingkat energi ini disebut sebagai pita valensi.
Namun, jika suhunya meningkat, elektron valensi akan memiliki kemungkinan untuk berpindah tingkat energi menuju tingkat yang lebih tinggi. Hingga pada suatu titik tertentu, energi elektron tersebut akan menjadi cukup untuk melepaskan diri dari atom dan menjadi elektron bebas. Tingkat energi ini kita sebut sebagai pita konduksi, karena elektron bebas berperan penting dalam mengalirkan arus listrik.
Singkatnya, elektron valensi hanya dapat menempati dua tingkat energi, yaitu pita valensi dan pita konduksi. Maka dari itu, kurva distribusi FD pada realitanya akan memiliki beberapa wilayah seperti berikut ini.
Elektron dapat menempati pita valensi dan konduksi, namun tidak untuk pita terlarang. Adanya pita terlarang ini didasari oleh perbedaan antara tingkat energi pada pita valensi dan pita konduksi. Kita bisa menganalogikan ini dengan permainan tarik tambang, yaitu ketika energi yang kita keluarkan tidak cukup, energi pada tali tambang tidak berubah sehingga belum bisa terlepas dari genggaman lawan. Pita terlarang ini juga biasa disebut sebagai celah pita (band gap), yaitu selisih energi antara batas atas pita valensi dengan batas bawah pita konduksi.
Pita Energi pada Konduktor dan Isolator
Sekarang, kita akan kembali menjawab pertanyaan terkait bagaimana konduktor dan isolator berbeda dalam skala mikroskopis.
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, pita terlarang dalam distribusi FD memisahkan antara tingkat energi tertinggi pada pita valensi dengan tingkat energi minimum pada pita konduksi. Dengan kata lain, jika batas atas pita valensi semakin besar tingkat energinya, semakin sedikit pula energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron dari pita valensi menuju pita konduksi.
Logam murni, yang notabene merupakan konduktor tersusun atas atom-atom yang identik dan masing-masing terikat dalam suatu ikatan yang kita kenal sebagai ikatan logam. Atom-atom yang membentuk ikatan logam ini memiliki elektron valensi yang memiliki tendensi untuk tertarik oleh atom lain, sehingga secara alami elektron tersebut berada di dalam pita konduksi. Visualisasi grafik distribusi FD untuk logam-logam ini bisa kita lihat seperti berikut ini.
Dengan kata lain, batas bawah di pita konduksi lebih rendah dari batas atas pita valensi. Artinya, elektron valensi pada setiap atom logamnya juga berperan sebagai elektron bebas. Perhatikan bahwa pita terlarangnya hilang karena adanya overlap antara pita valensi dengan pita konduksi.
Di sisi lain, bahan non-logam yang membentuk ikatan kovalen atau ionik tidak memiliki sifat yang sama seperti logam. Senyawa-senyawa yang dibentuk umumnya sudah sangat stabil karena elektron-elektron pada kulit terluar sudah memenuhi orbit sehingga energi yang dibutuhkan untuk melepas elektron-elektron tersebut sangat besar. Akibatnya, celah pita pada bahan non-logam ini menjadi sangat besar.
Oleh karena itu, pada dasarnya bahan non-logam tidak dapat melepaskan elektronnya dengan mudah, sehingga arus listrik akan sangat sulit untuk terjadi. Ini menimbulkan sifat isolator pada non logam.
Kesimpulannya, teori pita energi adalah teori yang dapat membedakan konduktor dan isolator secara mikroskopis. Pada konduktor, elektron bebas terjadi secara alami, serta pita konduksi dan valensinya yang saling overlap. Sedangkat pada isolator, pita konduksinya sangat jauh dari pita valensinya, sehingga kemungkinan terjadinya arus listrik menjadi sangat kecil.