Kapasitas kalor pada ketika volume konstan yang dimodelkan oleh Einstein telah berhasil merevisi model kapasitas kalor tersebut yang terdapat dalam hukum Dulong-Petit, dimana hukum Dulong-Petit mengacu pada teori klasik, sedangkan model Einstein mengacu pada teori kuantum, yaitu dengan menganalogikan getaran yang terjadi antar atom dengan foton. Kegagalan hukum Dulong-Petit terletak pada fakta bahwa berdasarkan eksperimen kapasitas kalor akan mendekati nol ketika suhu diturunkan, sehingga bertentangan dengan postulat mereka yang mengatakan bahwa kapasitas kalor atom tunggal akan selalu memiliki nilai sebesar 3R, berapapun suhunya. Model Einstein kemudian berhasil menjawab fakta tersebut, sehingga modelnya hampir sesuai dengan hasil eksperimen.
Kemudian pada tahun 1912 seorang ilmuwan Belanda bernama Peter Debye melakukan pendekatan baru dalam mempelajari kapasitas kalor. Model yang digagas oleh Debye mengasumsikan bahwa atom-atom saling berinteraksi satu sama lain. Model ini berbeda dengan model Einstein dan Dulong-Petit, dimana perilaku atom tidak dipengaruhi atom lain, sehingga pada model Einstein getaran semua atom diasumsikan memiliki frekuensi yang sama. Pada model Debye, ketika satu atom bergerak, atom tersebut juga akan menggetarkan atom yang lain yang berada di sebelahnya, sehingga atom lain juga ikut bergetar dan tentunya akan memiliki fase yang berbeda. Bayangkanlah tiga buah beban yang saling tersambung oleh pegas yang disusun seri. Ketika satu beban digerakkan, maka beban lain akan bergerak, namun karena yang menyambungkan antar beban adalah pegas, maka beban lain tersebut akan bergerak beberapa saat setelah beban penggerak memberi gaya.
Perbedaan yang paling menonjol dibandingkan model-model sebelumnya adalah bahwa tiap getaran atom memiliki frekuensi yang tidak selalu sama. Oleh karena itu. terdapat suatu moda, atau suatu keadaan yang merepresentasikan frekuensi pada suatu bentuk gelombang. Atau lebih mudahnya, dalam ruang lingkup zat padat moda merupakan suatu kelompok atom yang membentuk suatu gelombang akibat getaran yang dialami masing-masing atom. Moda pada umumnya diidentifikasi oleh angka gelombang k, yang pada dasarnya juga dapat merepresentasikan panjang gelombang dan frekuensi dengan kecepatan rambat secepat kecepatan suara, yakni sekitar 340 m/s.
Gambar di atas menunjukkan perbedaan moda. Asumsikan bahwa kita menggunakan nilai k dengan bilangan bulat. Makin tinggi nilai k, makin tinggi pula frekuensinya. Ini merupakan propagasi gelombang berdiri secara umum.
Ibarat foton yang keluar dari radiasi benda hitam, di dalam suatu benda, menurut model Debye, atom-atom bergetar dengan frekuensi yang tidak selalu sama seperti yang telah dikatakan sebelumnya. Getaran akibat atom-atom ini disebut dengan fonon, dan dalam model Debye fonon-fonon tersebut memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Seperti halnya foton, energi dasar fonon terkuantisasi, artinya hanya dapat menempati nilai energi tertentu dan kelipatan bilangan bulat.
Pemodelan fonon diibaratkan sebagai osilator harmonik, dengan potensial yang sebanding dengan kuadrat persimpangannya (sama seperti energi potensial pegas). Karena foton partikel kuantum, kita dapat menggunakan persamaan Schrodinger untuk menperoleh spektrum energinya.
Gambar ini adalah sumur potensial dari osilasi harmonik. Karena fonon terkuantisasi, maka energinya hanya dapat memiliki nilai yang berupa garis mendatar saja, atau kelipatan dari ħω/2 dimulai dari tingkat energi dasar atau n = 0.
Next : Distribusi/Statistik Bose-Einstein (Model Debye: Frekuensi Debye)